Wrong Steps

Rating: mature Additional tags: infidelity, making out


π“π’π πš: 𝑭𝒓𝒆𝒆 𝒇𝒂𝒍𝒍

Terdapat dua prinsip yang Narendro pegang teguh selama hidupnya. Satu; mengenai semua alur hidupnya adalah takdir, dua; mengenai akal yang harus bekerja lebih cepat lantas diiringi dengan hati.

Narendro membiarkan Heksa kembali ke kosnya lebih awal, karena ia masih perlu menambahkan beberapa baris kode untuk menyelesaikan satu fitur yang ia buat.

Sepanjang perjalanan dari Coffee Toffee menuju kos temannya, akal pikiran Narendro bercabang. Ia mengendarai motornya dengan perlahan, membiarkan kepalanya bekerja dalam gelapnya dini hari. Mencoba meluruskan kusutnya benang gagasan yang tiba-tiba berubah spiral.

Logikanya mengatakan bahwa ia harus putar balik menuju kosnya dan menarik semua pesan yang ia kirim. Heksa mungkin sudah tertidur karena terlalu lama menunggu Narendro. Ia bisa memberikan alibi bahwa dirinya mengantuk ketika mengetik. Jadi, tidak akan ada apa pun yang terjadi di antara mereka nanti.

Namun, katakanlah Narendro bodoh atau akalnya sedang tidak berfungsi dengan baik, kini ia sudah berdiri di depan pintu kos Heksa, meski belum berani mengetuk.

Tidak, ia tidak boleh mengetuk, kan?

Narendro mematung dengan kepalan tangan melayang di udara, nyaris menyentuh kayu persegi panjang tersebut.

Manusia bodoh mana yang menawarkan diri menjadi partner berciuman pada orang yang sudah memiliki kekasih?

Narendro, iya, dia manusia bodoh.

Lantas, meski belum diketuk, pintu tersebut dibuka. Menampilkan si penyewa yang masih menggunakan pakaian yang sama, tidak terusik untuk mengganti meski sudah berada di kamar sendiri sejak tadi.

Mereka berdua saling menatap seperti sedang melempar tanya. Tidak ada yang mencoba membuka suara pun bergerak dari pijakan. Kepalan tangan Narendro kini sudah turun dari udara, kembali menggantung di sisi tubuhnya.

Lari! Perintah Narendro dalam hati.

Kendati demikian, yang lari bukanlah daksanya, namun kepintarannya yang tunggang langgang.

Narendro tidak pernah mengetahui bagaimana rasanya berada di ujung tebing dan akan jatuh bebas. Lantaran ia termasuk pribadi yang penuh perhitungan dalam mengambil keputusan. Bahkan kenekatannya untuk menerima proyek di benua lain memiliki pertimbangan yang hati-hati. Namun detik ini ia merasa sedang berdiri di tepian.

Dengan gerakan lambat, Heksa mengurangi jarak di antara mereka, tangannya menurunkan ransel Narendro yang amat berat dari bahu pemuda Agustus tersebutγ…‘karena ia tahu betapa berharga barang di dalamnya bagi Narendro.

Bising pikiran Narendro berbunyi seperti sirkuit balap liar yang mobilnya saling bergesekkan, mengeluarkan derit besi tidak menyenangkan, menyuruhnya kabur dari sana. Telinganya penging imaginer namun kakinya membeku di tempat, ia kaku, napasnya tercekat di tenggorokan.

Detik berikutnya bibir Heksa mendarat di atas miliknya meski mereka masih di depan pintu.

Ulang, di depan pintu.

Lo masih punya kesempatan, Narendro. Lari, goblok!

Pemuda berkulit madu tersebut tidak repot-repot membawa Narendro masuk ke dalam kamarnya. Sibuk melumat bibir milik pemuda Agustus yang tidak membalas pagutannya.

Bunyi penging di kepala Narendro semakin memekakkan gendang telinga.

Hingga meledak dan hening.

Narendro mulai terjun ke jurang.

Ia menarik pinggang Heksa hingga tubuh mereka menempel, pemuda Juni tersebut menyalak terkejut lantaran pergerakan Narendro yang tiba-tiba. Ada suara tubrukan dua objek yang mengisi sunyi: punggung Heksa dan dinding, menghasilkan ringisan kecil yang langsung dihentikan oleh bibir Narendro. Jemari Heksa meremas ujung jaket milik Narendro kala ciuman mereka berubah menjadi pertemuan gigi dan lidah.

Peduli setan Narendro sedang memagut kekasih orang.

Punggung Heksa terhentak ke dinding berkali-kali kala didorong untuk memperdalam ciuman. Dirinya terlalu tenggelam untuk mempedulikan rasa sakit yang muncul. Tangannya mulai merambat dari dada temannya hingga mengalung. Tanpa ia sadari pahanya diangkat hingga melingkar di pinggang lelaki dengan sapaan Nana tersebut. Ia dimanuver ke dalam kosnya oleh Narendro.

Mulut Narendro rasanya pahit karena espresso. Namun saat ini ia menyukainya.

Pagutan Narendro tidak sama seperti pacarnya, Haris. Kekasihnya selalu melumat dengan hati-hati seperti takut memecahkan gelas jika sedikit saja ia berlaku serampangan. Sedangkan Narendro menggigitnya seperti tidak ada hari esok, bak mengetahui bahwa Heksa bukan pribadi rapuh yang harus diperlakukan dengan lembut. Ia membalas sama kasar, menimbulkan tabrakan gigi yang membuat mereka melepaskan bibir sejenak, namun kembali mengulum tanpa henti.

Punggung Heksa sudah merasakan empuknya kasur sehingga ia lebih mudah bereksplorasi. Namun gejolak pikirannya berkelana.

Ini salah. Ini salah. Ini salah.

Bukannya mendorong, ia menarik tengkuk Narendro untuk semakin menyesap pahit mulutnya.

Seharusnya mereka berhenti karena Heksa sudah tidak memiliki keinginan untuk menghisap batang tembakau yang berada di meja belajarnya. Seharusnya Heksa menahan bahu Narendro untuk semakin turun dan memerangkapnya di antara kedua lengan tersebut. Seharusnya mereka hanya berciuman layaknya mitra, seperti ujaran Narendro dalam pesan yang ia terima.

Anomali. Narendro anomali.

Norma Heksa menguap di ruangan yang panas karena tensi. Hilang bersama janjinya yang tidak akan membiarkan orang lain mendobrak dirinya.

Netranya terpejam, ia jatuh dari tebing bersama Narendro.

β€œTas gue masih di teras.” Sela Narendro mengingat sesuatu kala ia memutuskan kunci bibir mereka.

Mata Heksa membulat nyalang ketika Narendro dengan tergesa-gesa bangkit, ia menarik ujung jaket jeans milik Narendro, menahannya.

Mereka harus terluka bersama ketika turun. Heksa tidak mau sendirian.

β€œJangan langsung pergi...” Pintanya.

Kepala Narendro mengangguk, β€œngambil tas doang, sebentar. Isinya hidup mati gue.” Tangannya mengusak kepala Heksa menenangkan pemuda yang nampak gelisah tersebutγ…‘jika Narendro tidak salah lihat. Ia kembali keluar mendapati ranselnya tergeletak tak berdaya di lantai.

Ranselnya ia angkat ke udara, β€œbisa mampus aing kalau lo hilang.” Gumamnya sendiri, lantas memeluk ranselnya ke dada. Narendro kembali masuk ke kos dan mengunci pintu karena masih dini hari.

Ia menemukan si penyewa kos sedang duduk menunggunya. Benar-benar menunggunya dan tidak melakukan apapun. Ia merasa setiap pergerakannya diteliti dan ditelanjangi, membuatnya menghela napas karena gusar.

β€œMau ngomong apaan, Sa?”

β€œJangan pulang. Tidur di sini aja, Na...” Rengeknya, menepuk ruang yang kosong mengajak Narendro untuk duduk di sampingnya.

Alis Narendro mengerut mendengar kalimat tersebut.

Ia duduk kembali di samping Heksa.

Kemudian pemuda Juni tersebut memeluknya erat seperti bukan dirinya.

Narendro berusaha mendalami alasan kecemasan yang muncul dari Heksa namun ia kurang mengerti. Dan yang ia pahami, sepertinya mereka salah langkah.

Β© smoldoy

#wrongsteps