MERAKENO
Rating : explicit Additional Tags: making out, foreplay
Warning: Explicit Content. MINOR, BACK OFF PLEASE.
Into You
“Keno?”
Setelah Raki kembali dengan energi yang diserap oleh semua tanggung jawabnya, ia langsung melompati balkon untuk mengunjungi kamar Keno. Ia sudah memberitahu kekasihnya bahwa hari ini ia akan pulang ke rumah, karena semua program kerja sebelum UAS sudah terlaksana, mereka hanya tinggal melakukan program kerja harian yang tidak menguras tenaga.
Namun sayangnya, kamar Keno masih gelap dan kosong ketika ia menghampirinya. Mungkin si empunya kamar sedang berkelana keluar. Ia memilih untuk melempar diri pada ranjang kekasihnya seraya menunggu. Dirinya langsung menguap mengantuk ketika tubuhnya menyatu dengan kasur. Ketika ia mengulet, bunyi persendian di tubuhnya membuat linu telinganya. Ternyata ia memang kelelahan, tulang di daksanya bergemeretak pegal di sana sini.
“Ya Tuhan, gue resign nge-BEM aja, lah.” Gumamnya, membalikkan badan untuk menghadap pintu agar jika Keno masuk, ia bisa langsung menemukannya. Kuapnya muncul sekali lagi, matanya hampir terpejam karena nyaman dalam gelap.
Namun, sebelum Raki benar-benar menutup kelopak matanya, sudah ada orang lain yang membuka pintu dan menyalakan lampu.
“Anjir!” Ujar oknum yang tidak lain adalah si pemilik kamar dengan mengelus dada, kaget karena ada penyusup.
Raki langsung mengubah posisinya menjadi duduk di tepi ranjang, dengan kaki menapak di atas ubin, “wey,” panggilnya dengan tersenyum lebar, tidak romantis sama sekali padahal dengan kekasih. Tangannya mengisyaratkan Keno untuk datang padanya. Kemudian, Keno menghampiri Raki, mulai naik ke atas paha yang lebih tua dan duduk di atas pangkuannya. “Kangen amat, anjing, lihat muka lo langsung.” Katanya blak-blakkan dengan tangan yang sibuk menyubit pipi Raki.
“Kahyanyahhh khhemarin ghhue yhang mhinthha dhhaily phaphh khharena khhangen.” Balas Raki seperti berkumur karena pipinya masih ditarik.
“Belum mandi ya lu?” Tanya Keno tidak menanggapi perkataannya dan malah mengalihkan pembicaraan, “bau,” gagasnya, namun tetap memeluknya, dan mencuri kecupan di pucuk hidung Raki.
Raki agak takjub dengan sikap Keno hari ini, ia tidak ingat sejak kapan pemuda yang lebih muda setahun darinya itu semakin berani menginisiasi sentuhan setelah mereka resmi berpacaran. Mungkin, karena Raki yang sedikit membatasi dirinya untuk melakukan hal tersebut. Setiap Raki ingin melakukan hal-hal yang berkaitan dengan Keno, ia akan meminta persetujuan terlebih dahulu. Ia ingin pemuda April tersebut menyentuhnya karena kemauan sendiri, bukan karena terpaksa menerima afeksi dari Raki.
Seperti sekarang, Keno mulai mengulum bibir Raki tanpa aba-aba, menghisap bibir atas dan bawahnya secara bergantian. Sepertinya bukan Raki saja yang rindu tubuh kekasihnya, mereka berbagi rasa. Kemudian, Raki membuka mulutnya membiarkan sang kekasih mengeksplorasi. Ia membelitkan lidahnya pada lidah yang lebih muda, berbagi saliva.
Beruntung, ia mengemut permen kopi sepanjang jalan pulang. Mulutnya tidak akan terasa seperti martabak asin.
“Bunda, mana?” Tanya Raki sebelum lidahnya mendorong milik Keno untuk kembali ke asalnya, dan kini ia mulai menjelajahi mulut yang lebih muda seraya menahan pinggang kekasihnya agar tidak bergerak liar di atas pangkuannya. Ia tidak ingin libidonya semakin naik dan menghasilkan hal-hal di luar kendalinya. Tangannya berusaha sekuat tenaga untuk tidak semakin turun ke bawah, Keno yang duduk di atas kunci pahanya benar-benar menguji ketahanan diri.
“Jenguk mas Dewa ke kosnya.” Keno menggeliat, sedikit berguncang, membuat gesekkan menyenangkan sekaligus menyakitkan pada bagian tubuh Raki di balik celana. Dan akhirnya Raki menyerah, mengikuti keinginan kekasihnya yang tersenyum saat menghirup oksigen dengan terengah-engah sebelum kembali mengejar bibir yang lebih tua.
Raki menggigit bibir Keno seperti kelaparan, memakannya secara utuh, merasa tidak cukup meski sudah membuat dua belah daging tersebut membengkak merah. Ia terus menerus mengulum, menjilat, dan menghisap. Membuat Keno semakin mengeratkan tangannya yang mengalung. Raki kecanduan sekali dengan bibir Keno, zat adiktif mana pun tidak bisa mengalahkan rasanya. Ia memagutnya seperti hidupnya bergantung pada ciuman tersebut.
Kemudian, tangannya lama-kelamaan merosot ke bawah, ingin merasakan lagi bagaimana sintalnya bokong kekasihnya meski masih dibalut jeans. Ia meremasnya dengan sisa tenaganya membuat Keno tersentak. Badan Keno melambung sekilas dan terjun tepat di atas kejantannya membuat Raki menggeram seperti serigala.
God, I love him so much. Pikir Raki ketika ia memandangi wajah Keno yang masih menstabilkan deru napasnya. Kemudian, ia mengecup kilat seluruh wajah Keno dan beralih ke ceruk lehernya. Ia mulai bekerja dengan memberikan ciuman kecil di setiap inci leher kekasihnya yang dapat bibirnya gapai. Menjilat membuat garis panjang membuat Keno bergetar dengan kikik geli di atasnya.
Tangannya dengan kurang ajar mulai masuk ke dalam celana loose jeans Keno dengan mudah karena kekasihnya tidak menggunakan ikat pinggang, bersentuhan langsung dengan pakaian dalam milik kekasihnya. Ia merasakan gemuruh inhalasi Keno semakin meningkat, seperti mengantisipasi. Pacarnya menggelinjang ketika tangannya bertemu langsung dengan bokong Keno yang padat. Ia meremasnya dengan semakin keras, “AH!” membuat desahan kencang dari Keno meluncur mengisi ruangan.
Raki tersentak kaget mendengarnya, kemudian seperti sadar dari kerasukan, ia sedikit mendorong bahu Keno.
“Sorry, sorry, gue kelewatan-” ujar Raki gelisah sambil memperluas jarak di antara mereka.
“Rak-”
“Gue nggak harusnya gitu-”
“Raki deng-”
“Ah, gue- sorry– gue hilang kontrol lagi- gue- harusnya gue minta izin dulu-”
“Raki engga-”
“Tolol- Meraki- aturan- ah- tolol-” ia menjambak rambutnya dengan kasar, sebelum Keno menarik kedua tangannya berusaha untuk melepaskan. Dagu Raki ditarik dengan paksa, kemudian Keno memagut kembali bibirnya untuk menghentikan racauan yang keluar dari mulutnya.
Keno melumat daging tak bertulang tersebut dengan lembut hingga Raki kembali menguasai dirinya dan mulai membalas pagutannya kembali. Memetakan mulut satu sama lain, dan mencari sudut terbaik untuk memperdalam ciuman. Waktu seakan berlalu seperti kabut, hingga tanpa sadar punggung Raki menyentuh empuknya kasur dengan Keno menjulang di atasnya.
Memisahkan kedua bibir mereka, Keno melepaskan satu topangannya untuk meraih tangan Raki.
“Ken, lo-” Ujar Raki tidak dapat meneruskan kalimatnya ketika telapak tangannya berada di atas dada kekasihnya, ia merasakan dentuman yang kresendo dan tangannya seperti ikut bergetar menerima aliran frekuensi tersebut.
“Iya, Rak, karena lo.” Balas Keno, menahan Raki untuk melepaskan tangan dari degup jantungnya yang bertalu. Raki perlu tahu bahwa bukan hanya dia seorang yang menginginkan dan merasakan hal seperti ini, karena Keno pun demikian. Keno juga mendapatkan nadinya meningkat setiap Raki berada di sekitarnya. Keno juga merasakan dirinya tersipu ketika Raki meminta persetujuan untuk menggenggam tangannya di keramaian. Keno juga merasakan kulitnya terbakar ketika Raki menyentuhnya saat mereka berciuman. Keno juga merasakan ribuan kepakan sayap yang mengancam keluar dari perutnya ketika mereka melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar berbagi pagutan.
“Karena lo, Rak.” Ulangnya lagi menegaskan.
“Its beating for you.” Tekannya lagi mendapati kecemasan Raki kian memudar seiring ketukan detik yang berjalan.
Keno sedikit menyesal ketika ia mulai bermain-main—ingin tahu seberapa kuat Raki menahan diri—dan tidak menyadari setiap kekasihnya terkena serangan panik saat melewati batas, (padahal ia tidak pernah memasang garis imaginer dan membiarkan Raki). Kekasihnya selalu menghentakkan badan untuk menjauhkan diri ketika tanpa sadar mulai melakukan sesuatu lebih dari making out dan meminta maaf dengan gelisah pada Keno.
Wajahnya selalu kalut dan menyesal tidak karuan, yang Keno tangkap sebagai rasa bersalah karena ia pernah melangkahi batas tanpa izin sebelum mereka menjalin hubungan. Dan kini, hal tersebut menjadi sebuah trauma bagi Raki, yang menghasilkan kehati-hatian berlebih. Kekasihnya memutuskan untuk mengurung afeksinya kecuali Keno yang menginisiasi lebih dulu.
“Maaf karena gue telat tahu, Rak. I’m sorry.” Keno kembali menjatuhkan kecupan ringan di tepi bibir Raki.
Ia mendapati Raki tersenyum padanya, “nggak ada yang salah, Ken.”
“I'm afraid i'm gonna lose you again if I cross the boundary without your consent.” Aku Raki pada Keno setelah sekian lama memendam hal tersebut sendirian. Memang Keno tidak pernah memberikan pernyataan secara verbal bahwa ia memberikan Raki izin kecuali lewat bagaimana Keno bertindak, dan mungkin isyarat tersebut nampak samar bagi Raki.
Lalu, Keno mengganti posisi mereka sehingga kini punggungnya yang bersandar pada kasur. Raki menopang dan memerangkap tubuhnya dengan kedua lengan.
“Gue masih takut buat seks, Rak. But kisses, hickies, or anything beside sex are okay. Do it!” Keno kembali menengadah untuk menampilkan leher jenjangnya yang mengundang Raki untuk diberi tanda. Kekasihnya dapat menemukan aliran pembuluh darahnya karena kulit Keno yang amat bersih. “Kasih tahu ke orang-orang kalau Arkeno punya Meraki.” Lanjutnya memperjelas kuasa Raki atas dirinya tanpa perlu meminta keterangan. Lagi pula, Keno suka dan juga ingin.
Kemudian, dengan amat perlahan, Raki menyondongkan kepalanya lagi menuju ceruk leher Keno. “Terusin, Rak. Mark it, im yours.” Bisiknya seperti hanya sebuah hembusan napas ketika membujuk Raki untuk berlaku lebih jauh. Keno mulai merasakan bibir Raki menyapu kulitnya dan napasnya yang hangat berpendar di area tersebut. Keno sedikit bergidik ketika Raki mulai menghujani kecupan di sana.
“Hisap aja.” Anjurnya pada Raki, sehingga kekasihnya mulai melumat dan menjilat dengan sangat hati-hati di satu spot tanpa berani untuk berpindah ke yang lain.
Jemari Keno mulai naik untuk menyurai helaian rambut Raki. Ia mendorong bagian belakang kepala kekasihnya dengan halus untuk semakin tenggelam.
“Gigit, Raki. Lakuin apa yang lo lakuin dari tadi.” Katanya tidak sabaran karena merasa kekasihnya begitu lamban karena cemas.
Kemudian, ia merasakan gesekan gigi dan lidah yang mulai agresif bekerja di lehernya. “Tell me if you are uncomfortable, Ken.” Pinta Raki ketika lidahnya menjilat di belakang telinga Keno membuatnya menukikkan badan.
Oh, Keno baru tahu kalau dirinya memiliki kulit yang sensitif di sana.
Lalu, Raki semakin menghisap spot tersebut membuat Keno mengerang mengeratkan jarinya pada rambut kekasihnya.
Keno mulai menyeludupkan jemarinya di balik kaos Raki, dan mengelus punggungnya naik turun membuat kekasihnya menghentak karena tergelitik. Keno menarik kaosnya ke atas ingin membukanya namun benda tersebut bermuara di dada karena tangan Raki masih sibuk menopang.
“Buka, Rak.” Ujarnya, membuat tangan Raki terangkat ke atas dan melepaskan kaosnya dengan cepat. Ia melemparnya entah kemana membuat Keno terkekeh. Kini, Keno membalik keadaan, dirinya mulai sibuk menghisap tulang selangka Raki memberinya bekas kemerahan.
Karena keberanian Keno, tangan Raki dengan hati-hati masuk ke dalam pakaian kekasihnya dan tanpa sengaja bergesekkan dengan puting kekasihnya, membuat Keno mendesah melepaskan bibirnya dari kulit Raki. “Lagi..hhh.” Pintanya pada Raki, membuat jemari Raki di balik kaos mulai memilin puting Keno seraya bibirnya kembali memberi jejak pada tubuh kekasihnya. Putingnya semakin menegang ketika Raki menariknya dengan sedikit kasar, menghasilkan reaksi menyenangkan seperti alunan musik klasik di telinganya.
“Sebelahnya juga.” Tuntutnya, karena Raki hanya sibuk bermain di satu sisi.
“Kamu lepas baju juga, ya?” Izin Raki padanya, karena Raki merasa agak kesulitan dengan lapisan pakaian Keno yang membatasi pergerakannya, dan juga, ia perlu consent.
Kamu.
Sepertinya Keno akan membahas perubahan kata panggil mereka setelah ini. Namun hal itu bisa dilakukan lain kali. Ia hanya ingin Raki kembali menyentuhnya.
Kemudian, tanpa menjawab, Keno mengangkat kedua tangannya tidak ingin membuka sendiri karena ia punya Raki yang akan melakukan apa saja untuknya.
Raki tertawa ketika mendapati Keno tersenyum padanya, meminta tolong untuk melepaskan pakaiannya. Tentu saja dengan senang hati Raki membantunya. Demi hidup yang lebih mudah! Benak Raki memekik.
Setelah mereka berdua sudah setengah telanjang, Keno membawa dirinya ke tengah kasur agar lebih nyaman, yang mana pergerakannya diikuti oleh Raki.
Kepala Raki kembali terbenam ke dalam ceruk leher Keno. Kini beberapa anggota tubuhnya nampak sibuk, bibirnya asyik menghisap, tangan kirinya menopang, dan tangan kanannya memuntir kedua puting Keno yang sudah menegang secara bergantian. Raki bisa merasakan kejantanannya semakin naik ketika Keno terus menyebut namanya seperti mantra. Raki. Lagi. Kayak tadi. Terus. Lagi. Raki. Keno yang berada di bawahnya seperti tidak berdaya ketika memohon dan meminta lebih.
Bibir Raki bergerak turun dari leher menuju dada hingga perut Keno yang terbentuk, dan berhenti persis di perbatasan celana jeans Keno. Raki bisa menemukan kejantanan kekasihnya yang sudah hampir mengeras sepenuhnya sama seperti miliknya. Kemudian, dengan iseng dan kekehan ringan, ia meremasnya dari balik jeans membuat Keno membeliak. Keno menabok kepala Raki, kemudian menarik rambutnya yang sedang berada di bagian tengah tubuhnya dengan kasar, membuat yang lebih tua berteriak. “AW, ADUH, ANJIR, SAKIT, KEN.” Sungutnya, kini Raki kembali berhadapan dengan wajah Keno yang merah.
“Tega banget kamu.” Keluh Raki sebal, meskipun begitu ia merampok kecupan kembali dari bibir kekasihnya, “kita berhenti di sini ya, aku takut kelepasan.” Jujur Raki, dan Keno mengangguk sebelum membalas, “takut kelepasan tapi megang.”
Tawa renyah Raki muncul ketika ia membaringkan diri di samping Keno, “iseng, Ken.”
Keno memukul dada Raki dengan lengannya, membuat Raki mengaduh kesakitan mengelus permukaan kulitnya, “ganas amat.” Pemuda April tersebut mengubah posisinya agar berbaring ke samping, untuk memandang kekasihnya. “Rak.” Panggilnya.
“Hmm?” Raki berdeham untuk menjawab, melirik Keno dengan ekor matanya. Mengisyaratkan bahwa ia mendengarkan dengan seksama.
“Tadi ngomongnya pake kata ganti apa?” Tanyanya.
“Apa dah?”
“Kata ganti panggilnya tadi pake apa?”
“Kata panggil apa dah? Manggil nama? Keno? Gitu?”
Keno mendecak kesal, “bolot banget, anjir.” Ia meninju keras bahu Raki, membuat yang lebih tua merintih kesakitan. Jotosan Keno kuat sekali, tentu saja atlet taekwondo.
“Apaan sih kamu?! Sakit tau, Ken.” Protes Raki karena menjadi sasaran seperti sak tinju berisi tepung oleh kekasihnya.
“NAH, ITU MAKSUDNYA, RAK!” Keno menyeru dan menjerit, ingin meraung menampol Raki (lagi). Ia tidak bisa menentukan apakah Raki memang bolot atau pura-pura tidak peka dengan maksud yang ingin ia sampaikan.
“Itu apanya?” Tanya Raki lagi linglung, menaikkan salah satu alisnya. Kini ia mengubah posisinya juga, sehingga mereka berhadapan. Raki bisa melihat Keno yang menghembuskan napas panjang selagi memejamkan mata seperti sedang mencoba menanam kesabaran.
“Lo pake aku-kamu dari tadi.” Urai Keno, sudah malas berbasa-basi. Memang Raki bolot ternyata.
Kemudian Raki membulatkan mulutnya, mengeluarkan oh panjang. “Emang kenapa? Gak apa-apa, kan? Sama pacar sendiri ini?” Tanyanya beruntun.
“Ya, gak apa-apa, cuma gue kaget aja.” Jawab Keno. Ia juga sebenarnya sudah memikirkan hal tersebut. Namun, topik kata ganti orang sepertinya tidak terlalu penting untuk dibahas oleh mereka. Sampai akhirnya, Raki yang langsung menggunakannya dan mengingatkan Keno.
“Kita juga dulu pake aku-kamu sampai SD kelas berapa dah, lupa, akhirnya pake gue-lo karena terkontaminasi anak sekolah.” Balas Raki.
“Yaudah sekarang pake aku-kamu lagi.” Gagas Keno padanya.
“Apa mau panggil nama sendiri aja? Kayak kamu kalau lagi ngobrol sama Bang Dewa.” Usul Raki yang lain, “mas Dewa kenapa panggil Kenoooo?” Tiru yang lebih tua meledek Keno seraya membuat ekspresi sok imut yang menggelikan.
Lantas, pukulan baru dari yang lebih muda kembali mendarat di bahu Raki. Membuat Raki tertawa, sambil menjulurkan lidahnya. “Lucu dengarnya, tau?” Ungkapnya pada Keno, “kalau aku lagi dengarin kamu ngobrol sama Bang Dewa kayak ngelihat anak kecil,” lanjutnya, “tapi kalau sama aku isinya anjing anjingan.”
Keno terbahak mendengar keluhan Raki. Yah, lagi pula sepertinya caci maki sudah menjadi love language mereka dari dulu. Namun, agaknya mereka akan mengurangi penggunaan sumpah serapah tidak penting mulai sekarang, kecuali jika keceplosan.
“I love you, Ken.” Bisik Raki pada Keno tiba-tiba, membuat yang lebih muda tersenyum.
“Keno lagi berusaha buat lebih sayang sama Raki.” Balas Keno mulai mengubah kata ganti orang pertama dengan menyebut namanya sendiri. Ia merasa lebih terbiasa menggunakan hal tersebut dibanding aku-kamu karena sering memakainya dengan keluarga.
“Ya ampun, gue deg-degan banget dengarnya, anjing.” Ungkap Raki kembali menjadi dirinya sendiri, membuat Keno mendengus.
“Tai amat, ngerusak moment.” Keluh Keno sebelum tertawa. Kemudian, Raki ikut tertawa mendengarnya. Akhirnya, kekehan mereka memenuhi ruangan.
Yah, sepertinya hubungan mereka mengalami banyak kemajuan?
© smoldoy #merakeno