Setelah sempro
warning: mature contents. Minor pretty please leave
Tungkai Dewa mengayun menuju parkiran fakultas setelah mendapatkan beberapa buket makanan dan bunga dari temannya. Ia tidak ingin terlalu lama berada di sana karena tenaganya sudah dikuras sepekan terakhir, dan rasa-rasanya setelah berkutat lama dengan skripsi, ia ingin memulihkan kondisi dan istirahat layaknya hibernasi.
Ia menemukan mobil Jody yang terparkir di spot yang kekasihnya sukai dengan mudah. Dirinya dapat melihat kekasihnya melambaikan tangan dari mobil meskipun jarak tempuh yang harus Dewa lalui masih jauh. Kemudian, ujung bibir Dewa naik kendati ia sudah melepaskan kacamatanya dan pandangannya mengabur.
Dewa seperti sudah tahu bagaimana reaksi yang akan ia peroleh dari kekasihnya, tanpa berada di hadapannya.
Sapaan pertama yang Dewa terima setelah mendudukkan diri di kursi penumpang adalah Jody yang tersenyum manis tanpa suara. Kemudian, kekasihnya menyubit pipinya dengan berujar duh, yang bikin kangen, menghasilkan ringisan kecil dari Dewa karena ibu jari dan telunjuk Jody menarik pipinya dengan kencang. “Semprotulations, Ayang! You did great.” Tambahnya.
Dewa tersenyum lebar hingga gusinya nampak dengan jelas, kemudian Jody mengecup kilat bibirnya karena gemas.
Hari ini, Dewa amat bahagia. Pertama; karena ia sudah melompati satu batu besar dalam hidupnya. Kedua; karena setelah sepekan menunggu, ia dapat bertemu kembali dengan objek afeksi yang menguasai pikirannya sehingga sulit membuatnya fokus.
Lantas, Dewa mengecup kembali bibir Jody berkali-kali karena rindu.
Dalam menit, mereka mengubah sesi ciuman ringan menjadi bergairah dan panas.
Dewa lupa bagaimana caranya ia tiba-tiba berada di kursi belakang dengan Jody yang menjulang. Jemarinya meremat rambut pemuda berlesung tersebut dan menarik tengkuk Jody untuk memperdalam ciuman. Meskipun dalam posisi yang tidak nyaman, Jody berhasil memicu erangan halus dari bibir Dewa dengan memberikan hisapan di perpotongan lehernya. Pemuda kelinci tersebut merasa seperti melihat bintang.
Salah satu topangan tangan Jody dilepas untuk menggoda milik kekasihnya yang mulai menegang di balik celana bahan formalnya. Ia melepaskan belt yang sedang Dewa gunakan dengan ahli seraya memetakan rongga mulut kekasihnya yang hangat. Mengajak lidahnya untuk beradu saling berbagi saliva hingga mengotori dagu masing-masing.
Pikiran untuk melakukan seks di back seat semakin membuat kepala Dewa berkabut. Kini, wajahnya merah padam karena suasana yang mereka bangun terlepas pendingin mobil Jody sudah menyala. Rematan jemari Dewa di lengan Jody semakin erat ketika dengan nakalnya tangan kekasihnya masuk ke celana. Ia merasa heran karena Jody lebih memilih membuka celana dahulu dari pada kemejanya yang lebih mudah. Namun, Dewa terlalu di awang untuk peduli.
Tiba-tiba, suara ketukan keras dari luar membuat Dewa melepas pagutannya. Matanya nyalang mencari, ingin mengetahui apa yang terjadi, dan Jody ikut menoleh. Netra Jody membola kala menemukan seseorang berdiri di depan mobilnya. Dengan pentung di tangan, menatap mereka yang sedang melakukan yang iya-iya di jok belakang.
Dewa yakin ia tidak mau ke parkiran lagi selamanya.
“Mahasiswa jaman sekarang ...” ujar lelaki paruh baya dengan seragam parkir kampusnya, “jangan disini mainnya!” Lanjutnya galak memukul jendela mobil Jody dengan pentungan, kemudian berlalu meninggalkan mereka.
“Maaf, Pak!” Seru Jody, meski ia tidak yakin akan didengar.
Malu, Dewa menutup wajahnya dengan kedua lengan. Sorot Jodyㅡyang masih menjulang di atasnyaㅡmengikuti penjaga parkir fakultas mereka yang pergi. Setelah itu, pemuda berlesung tersebut tertawa terbahak-bahak seraya menarik tangan Dewa yang menghalangi muka kekasihnya.
“JANGAN DITARIK, GUE MALU.” Teriak Dewa padanya.
“Yah, Yang, aku juga malu. Kita ngelakuinnya bareng-bareng, kan.” Ujarnya di sela-sela tawanya yang belum habis. “Ayo deh, pulang aja! Lanjutin di kos, hahahaha.” Kemudian Jody bangkit membiarkan Dewa di kursi belakang dan mengendarai mobilnya.
Sesuai perkataan Jody, mereka benar-benar melanjutkan sesi panas mereka bahkan ketika mereka baru menutup pintu.
Kepala Jody terbentur dinding ketika Dewa mendorongnya hingga ada bunyi nyaring yang mengisi ruangan, kemudian ia mengaduh keras membuat Dewa tertawa. Dewa mengelus belakang kepala Jody untuk menghilangkan rasa sakitnya, ia memberikan telapak tangannya sebagai bantalan untuk bersandar kemudian mulai mengejar bibirnya lagi. Mereka mengecup dalam irama.
Ya Tuhan, padahal cuma sepekan tidak bertemu.
Setelah merasa cukup sesi di dinding, mereka berjalan menuju ranjang Jody dengan membalik keadaan menjadi Dewa yang pasrah berjalan mundur. Pagutan mereka tidak pernah terlepas kecuali untuk bernapas. Dewa mulai melepaskan kancing kemeja milik kekasihnya satu persatu dengan lihai. Kemudian, sedikit terkekeh kecil ketika mendapati kekasihnya masih mengenakan kaos hitam di baliknya. Sialan, kerjaan lagi, batinnya, namun ia tetap terkikik lucu. Tubuh Dewa dimanuver oleh Jody sesuka hati kekasihnya, pinggang rampingnya agak diremas dengan kekuataan binal, Dewa yakin akan ada cetakan telapak tangan di sana. Namun, ya sudahlah, lagi pula tidak ada yang melihat, kan? Kecuali Jody dan dirinya.
Bukannya ke ranjang, tubuh Dewa malah menyentuh ujung kayu meja belajar Jody. Kemudian, Jody mengangkatnya untuk duduk di atas sana, mengabaikan beberapa kertas yang akan mengerut karena tertindih oleh Dewa. Kini, Jody mulai membantu melepaskan kancing kemeja formal Dewa untuk seminar proposal tadi siang sambil memberikan kecupan-kecupan kecil di wajah kekasihnya. Dahinya. Kedua kelopak matanya. Ujung hidungnya yang bangir. Kedua pipinya. Dagunya. Dan kembali pada bibir ranum Dewa yang tersenyum karena perilaku pemuda berlesung itu.
Lesung pipi Jody muncul dengan begitu jelas, membuat Dewa menekannya dengan gemas dan tertawa lembut. Ia ingin punya lesung pipi, batinnya. Tapi melihat milik kekasihnya sudah sangat membuatnya puas.
Kemudian, setelah Dewa sudah setengah telanjang, Jody melepaskan kaosnya sendiri dan menjatuhkannya untuk bertemu kemeja Dewa di bawah kakinya.
Dewa mengelus dada kekasihnya, lalu memukulnya pelan. “Kebanyakan nge-gym lo.” Candanya. Yang dihadiahi dengan kedipan cepat dari salah satu mata Jody untuk menggodanya. “Tapi suka, kan, Yang?”
Detik berikutnya Dewa mengangguk cepat seperti burung pelatuk untuk menjawab. Kenapa mesti bohong kalau beneran suka? Memicu gelegar tawa Jody untuk memenuhi kamar, kepalanya terlempar ke belakang dan matanya membentuk bulan sabit. Lesung pipinya mencuat nyata, membuat Dewa semakin ingin membolongkannya lebih dalam.
“Semprotulation, my bunny.” Kata Jody, sebelum menangkup kedua pipinya. Memberikan pagutan basah dengan bunyi muah yang dibuat-buat. Dewa semakin tertawa dan memukul bahunya. Mengelap bibirnya yang memang sudah basah oleh saliva sedari tadi dengan punggung tangan.
“Bau jigong.” Protesnya mencebik, ia menjulurkan punggung tangannya pada hidung Jody untuk diendus oleh kekasihnya.
“Lah, jigong kita berdua juga, Yang.” Jawab Jody dengan senyum lima jari yang sangat amat menular pada Dewa.
Tentu saja Dewa hanya bercanda mengenai itu, mulut Jody rasa kopi americano hari ini. Pahit namun candu dan memabukkan untuknya.
Mereka hanya tersenyum satu sama lain dalam menit dan keheningan. Tidak bisa tidak melebarkan bibir atau terkekeh kecil ketika menatap. Selalu saja ada yang membuat Jody tertawa atau sebaliknya dan akhirnya mereka terkikik tanpa ada alasan yang jelas.
Kemudian, jemari Jody menyentuh poni rambut Dewa dan menyampirkannya ke samping. Mengecupnya kembali dengan lembut dan panjang. Membuat Dewa memejamkan mata, meresapi bagaimana bibir tersebut menyentuh kulit dahinya. Merasakan bagaimana aliran afeksi yang diberikan oleh kekasihnya menjalar hingga ke hatinya.
Dewa tidak akan pernah merasa cukup dengan itu.
“Mau dilanjut nggak, bunny?” Tanya Jody karena tensi panas mereka tiba-tiba menguap begitu saja.
Pemuda kelinci itu menggeleng, ia lelah hari ini. Otaknya terlalu banyak digunakan untuk seminar proposal. Kini ia ingin menggelung saja di kasur dengan tangan Jody sebagai bantalan.
“Tidur aja, ngantuk, gue nggak bisa tidur semalam.” Jawabnya dengan menghembuskan napas seraya menggembungkan pipinya lucu.
Jody mengangguk afirmasi, “okay, what my bunny want, my bunny get.” Ujarnya, sebelum mengangkat Dewa dari meja untuk menggendongnya seperti koala hingga ke ranjang, meski jarak kedua benda tersebut tidak terlalu jauh.
Tubuh Jody merapat padanya, hingga ia dapat mendengar bagaimana detak jantung kekasihnya berdegup dengan teratur. Yang mana membuatnya semakin mengantuk karena seperti hipnotis tidur padanya. Ia menguap dengan lebar hingga menularkan kuap tersebut pada kekasihnya.
Setelah itu, Dewa terlelap dalam hangatnya pelukan Jody. Ia merasa tidak pernah tidur senyaman itu akhir-akhir ini.
© smoldoy