MERAKENO
Additional tags: mild nsfw, aftercare
Note: dengerin yerin baek — lovelovelove on loop biar syahdu kalau mau. mau markno T___T
Aftercare
Sejujurnya, sesuatu yang paling Keno sukai dari Raki bukan bagaimana pemuda itu handal membawanya ke awang ketika mereka bercinta—mungkin itu salah satu dari sekian banyak kelebihan Raki—namun, ia lebih menyukai apa yang terjadi usai itu.
Biasanya, saat ia membuka kelopak mata usai tidur karena kelelahan, tubuhnya sudah agak bersih dari hasil bercinta yang menempel. Raki akan menyeka setiap jengkal tubuhnya yang kotor dengan handuk basah nan hangat saat kantuk mendera Keno. Dan menarik selimut agar suhu pendingin ruangan tidak menyengat kulitnya.
Pemuda itu akan ikut bergelung dengan memeluk pinggangnya. Mereka terlelap di salah satu sisi ranjang, memilih untuk merapatkan diri kendati ruang masih lengang.
Dalam keadaan lelah, Keno akan terbangun setelah dua atau tiga jam terlelap. Jika tidak terlalu letih, waktu setengah jam sudah cukup untuk membuatnya terjaga kembali.
Raki selalu di sebelahnya tatkala ia mengerjapkan mata menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina, entah masih dibawa mimpi atau tersadar lebih awal. Namun yang pasti, ia akan senantiasa berujar, “mau Raki gendong ke kamar mandi?”
Kalau sedang jahil, kekasihnya akan menggendong seperti karung beras. Jika dalam mood romantis, pemuda itu akan mengangkatnya ala bridal. Jika Keno tidak ingin menyulitkan Raki, ia akan berjalan sendiri.
Ketika di bawah shower, Raki pasti membantu membersihkan residu cairan kental yang tersisa di dalam dirinya. Jarinya akan masuk dengan lembut ke lubang sanggama, meraih tiap sudut dibantu dengan air yang mengalir. Tidak ada gairah atau nafsu, hanya kehati-hatian dan keseriusan bahkan kening Raki terkadang mengerut saat melakukannya. Meski Keno tidak menyangkal malah dirinya yang suka meloloskan erangan. Sebab jemari Raki terlalu lihai memetakan tubuhnya.
Usai itu, Raki akan menyalakan air hangat hingga menjatuhi tubuh keduanya. Ia akan mengelus tiap bekas gigitan dan hisapan yang tercetak di kulit Keno. Tersenyum tipis seperti memandang mahakarya. Keno akan menyentil dahinya karena terlalu larut dalam lamunan sendiri.
“Sumpah, sentilan Keno sakit meskipun pelan.” Keluhnya sebal.
Keno tertawa, menuangkan sampo di telapak tangannya sebelum menyentuh kepala kekasihnya yang sudah basah. Raki akan mematikan air dan sedikit menekuk lututnya agar Keno lebih mudah meraih puncak ubunnya.
Lazimnya Raki akan mulai bersenandung dengan lagu yang baru masuk ke playlist mereka—yang kemudian akan disertai dengan suara Keno juga. Tangannya bertumpu di pinggang yang lebih muda. Keno akan memijat kepala kekasihnya hingga Raki memejamkan mata menikmati suara mereka yang menggema di kubikel dan tekanan di kepalanya, merasa rileks usai bercinta dan mengeluarkan banyak tenaga.
Sejurus kemudian, Raki akan melakukan hal serupa padanya, mengucurkan produk pencuci rambut di tangannya dan mengimitasi tindakan Keno. Pemuda yang lebih muda sangat suka menggunakan tiap produk mandi favorit Raki, karena tubuhnya akan memiliki wangi yang sama dengan kekasihnya: aroma Raki yang begitu candu dan menenangkan.
Terkadang jika sedang bercanda, mereka akan membuat bentuk-bentuk aneh dengan rambut yang berbusa, tertawa dengan durasi panjang hingga kulit di jemari mereka mengerut karena terlalu lama menyentuh air. Mereka akan membilasnya jika merasa sudah puas.
Ada satu hal yang begitu Keno gemari tatkala mereka mulai membersihkan badan. Bagaimana ujung jemari Raki menelusuri kulitnya, berucap, “ada yang perih nggak?” Meski ia yakin tubuh Raki lebih banyak bentuk tancapan kuku walau ia rajin mengguntingnya.
Perhatian Raki yang dibalut dengan kalimat sederhana tidak pernah tak membuat dirinya gemetar. Meraki dengan polahnya, Meraki dengan kurangnya, Meraki dengan tawanya, Meraki dengan tiap perubahan yang datang lantaran pendewasaan. Meraki, Meraki, Meraki. Keno ingin meneriakkan namanya di ruang hampa agar menggema dan kembali ke rungunya.
Keno juga amat suka mematut pantulan tubuhnya yang penuh bekas gigitan dari kekasihnya, dan juga memandang refleksi daksa Raki yang mengintip dari balik bath robe di cermin.
Kendati ia tahu badannya sedikit lebih besar ketimbang kekasihnya, namun ia senang merasa kecil di sekitar Raki. Mungkin karena umurnya yang lebih muda, atau mungkin sebab Raki mampu menjadi penyangga sehingga ia ingin bermanja, atau mungkin lantaran ia Meraki dan tak perlu ada validasi.
Pemuda itu menyikat giginya dengan semangat, sesekali melirik Keno di reflektor dan tersenyum.
Dan Keno akan membalas senyumnya yang menular, mereka berekspresi seolah baru menjalin hubungan kemarin sore.
Yang lebih tua akan pergi lebih dulu usai mencuci mukanya. Meraih suplai handuk dari tumpukan. Keno naik ke counter saat Raki melambungkan handuk baru padanya, lantas pemuda itu berdiri dengan menumpukan lengan di sisinya, kakinya menapak di antara milik Keno yang melebar dan bergelayut tidak menyentuh lantai.
“Thank you for the sex, cutiepie.” Lafalnya begitu lembut, seperti khawatir jika menaikkan frekuensi maka atmosfer sekeliling mereka akan pecah.
“Thank you juga.” Ia mengusak rambut Raki yang lembab dengan handuk, pemuda itu mengulas senyum padanya, “Raki capek nggak?”
“Lumayan, tapi Keno pasti capek juga. Laper? Mau makan sambil nonton?”
Keno mengangguk meletakkan kain pengering di sela yang kosong.
“Mau delivery apa? Atau mau dimasakin apa? Nanti Raki minta ke ART.” Raki menawarkan dengan menatap netranya. Wajahnya begitu dekat sehingga Keno mampu melihat refleksi diri dari binar bola mata milik prianya, napas beraroma mint berpendar di sekitar mereka tatkala Keno berpikir.
Pandangan intens Raki turun ke bibirnya ketika Keno membalas, “mau... dimsum.”
“Dimsum it is.” Konfirmasi Raki kian menipiskan celah, Keno tersenyum kecil sebelum memagut bibir ranum kekasihnya dengan lembut.
Mereka saling mengunci bibir dengan tempo lambat. Paha Keno dielus sebagai isyarat agar melingkar di pinggang pacarnya, tangan Keno mengalung semakin erat saat merasa tubuhnya diangkat. Mereka melepaskan ciuman saat sampai di depan lemari. Keno turun dan mencari pakaian yang nyaman (bajunya memiliki tempat sendiri di lemari kekasihnya). Kali ini, ia memilih kaos dan celana Raki untuk dikenakan.
Raki menghilang lebih dulu untuk meraih ponselnya, menghubungi ART di rumah agar mencari permintaan Keno.
Ketika Keno berbalik, pemuda itu tengah mengganti seprai kotor, melipatnya asal dan mengikatnya hingga menjadi bola, lalu melemparnya ke keranjang. Three points for him, skill bermain basket tidak hilang dari Raki kendati lama tak menyentuh bola.
Ia mencari hair dryer yang selalu berpindah seperti memiliki kaki karena Raki hobi menaruhnya dimana saja.
Tatkala Keno menemukannya tersimpan di salah satu rak, Raki sudah berada di atas kasur dengan proyektor menyala. Pantulannya menguasai sebagian besar dinding kosong. “Mau nonton apaaaa?” Tanyanya berseru tidak mengalihkan fokus dari layar laptop.
“Pilihan Raki aja.” Balas Keno seraya mencolokkan hair dryer ke stop kontak terdekat.
Sejurus kemudian, Raki menjatuhkan diri di atas karpet beludru usai mengatur film, duduk di antara lututnya yang terbuka. Ia menengadah dan mengerucutkan bibir minta dikecup.
Keno mendenguskan tawa, lalu menanamkan kecupan di dahinya yang tertutup surai.
“Bibir bukan kening.” Rengeknya.
“Nanti keterusan.”
Namun Keno menangkup rahang Raki, mereka berciuman lagi, lagi, dan lagi, tidak pernah jemu, kendati punggungnya pegal karena harus membungkuk. Kekasihnya mendesah puas usai itu.
Keno menghidu sekilas puncak kepala kekasihnya yang wangi, lalu mengeringkannya dengan hair dryer. Dengung mesinnya menjadi white noise di ruangan.
“Kita kayak udah nikah.” Tutur Raki tertawa rendah, membuat hati Keno bergetar dengan tawanya atau kalimatnya, atau keduanya.
“Nikah atau nggak nikah sama aja, ya?” Tanya Keno mengulas senyum, memandang Raki sekilas lalu kembali fokus ke remanya.
Raki mengangguk setuju, “tapi Raki mau kita nikah biar Raki punya tanggung jawab penuh atas Keno, juga sebaliknya. Kalau cuma pacaran kita masih perlu izin, apalagi kita masih tinggal di rumah.”
“Nanti.”
“Kapan?”
“Kalau waktunya tepat, Keno yang lamar.”
Simpul senyum Raki kian melebar, “i'll be waiting then.”
Rambat hangat menyergap hatinya, Keno beralih menggunakan hair dryer pada rambutnya saat menangkap bunyi ketukan di pintu kamar Raki. Prianya bangkit menemukan asisten rumah tangga membawa nampan dengan sajian sesuai harapan Keno di ambang pintu. Kekasihnya berterima kasih dengan senyum ramah dan meminta tolong agar pintu kamarnya ditutup kembali.
“Ayo makan!!” Ajaknya bersemangat.
Keno mengatur meja lipat di atas ranjang, mereka makan tanpa suara karena sungguhan lapar.
Saat merasa agak kenyang, Keno mulai bersandar di kepala ranjang dan kembali menekan tombol space pada laptop milik Raki untuk memainkan film yang dijeda.
Sang empunya kamar menyusulnya, merapat di samping hingga bahu mereka berimpitan. Terdapat salah satu piring dengan sisa makanan yang masih disantap di pangkuannya.
“Pinggangnya pegel, ya?”
Keno mengangguk, kemudian tangan Raki meluncur ke belakang tubuhnya, mengelus pinggangnya dengan lembut dari luar kaos, dan sesekali menekan area otot yang terasa tegang. Pemuda Agustus itu melayangkan garpu dengan makanan di depan mulutnya untuk dilahap.
“Kayaknya pernyataan aku cinta kamu nggak cukup, Rak.” Kata Keno mendadak usai menelan tanpa topik yang jelas.
“Maksudnya?” Raki menoleh hingga mata mereka bersirobok, mungkin jika Keno bukan teman Raki sedari kecil, ia akan langsung jatuh cinta dengan manik yang memancarkan kehangatan itu.
“Perasaan Keno.”
Raki tertawa mencubit pipinya, “yaudah, bilang aja yang menurut Keno sesuai.”
Pemuda April itu berputar sehingga berhadapan dengan Raki. Berpikir sejenak dengan mengamati Raki yang tengah tersenyum menunggu. Bagaimana caranya mengungkapkan cinta namun dengan kalimat yang tidak menggelikan? Sepertinya agak sulit.
“Hayo, mau bilang apa?” Tanya Raki menanti karena Keno bergeming. Bibirnya membentuk seringai kecil. Ia menarik kedua tangan Keno untuk digenggam, ibu jarinya membentuk pola di punggung tangan Keno.
“Nggak jadi dah, bingung.”
Keno mengecup pipinya menghasilkan kekeh merdu dari Raki. Ia berbaring dan menyamankan diri di sisi kekasihnya. Raki segera menyisihkan makanan di sekitarnya, menurunkan volume film yang masih berputar dan ikut tidur menyamping. Pemuda Agustus itu mengulurkan lengannya sebagai bantalan untuk Keno, yang tentu saja ia respon dengan baik.
“I know you're really grateful for having me as your significant other.” Bisik Raki penuh percaya diri, suaranya amat pelan nyaris tidak terdengar.
Keno mendapati wajah kekasihnya nampak cerah, mungkin karena after sex glow. Ia berkedip dengan cepat, tidak ingin melewatkan tiap momen. Menikmati udara yang berhembus menerpa wajahnya, menilik landang di pipi pacarnya, mengamati pori-pori kulitnya, bekas luka yang pudar, bulu mata yang membingkai, bibirnya yang selalu ia pagut, serta hidungnya yang bangir. Raki sempurna dengan ketidaksempurnaan yang ia punya.
“Tapi Raki juga punya pikiran yang sama, karena nyari orang kayak Keno dimana lagi coba? Nggak akan ketemu. So I'm grateful being yours as well, Keno.” Lanjutnya.
Sepertinya Keno jatuh cinta dua kali, tiga kali, empat kali, atau ribuan kali lagi pada kekasihnya, ia tidak bisa menghitung.
Raki menarik napas dengan dalam usai itu, “mau jadi Keno Gemintang?”
Keno tidak pernah menyadari jika nama Gemintang akan terdengar begitu manis tatkala disandingkan dengan miliknya.
Ia mengangguk dua kali, Raki menghembuskan napas lega seolah baru saja melamar orang. Membawa kepala Keno yang berbantalkan lengannya ke dekapan.
“Ekspresi Raki kayak habis propose.” Ujarnya di bahu Raki, suaranya teredam oleh piyama kekasihnya.
Tawa Raki berderai, “takut aja Keno nggak mau, nanti Raki nangis.”
“Nggak mungkin, Meraki. Bego banget kalau nolak.”
Ya, Keno suka bercinta dengan Raki, tapi ia lebih suka momen setelah bercinta.
© smoldoy #merakeno