MERAKENO
Rating: teens up
Additional Tags: kissing scenes like a lot of sweet kisses, corny lines
Dini hari
Seharusnya mereka masih memutar botol beling Heineken kala itu meski mayoritas dari mereka sudah tidak berfungsi dengan baik, otak mereka sudah berkabut seperti melayang-layang di udara karena terlalu banyak minum. Apa lagi Narendro kini sudah melantur mengeluarkan bahasa sunda sebab baru pertama kali minum, hari ini ia mengetahui bahwa toleransi alkoholnya sangat rendah.
Semuanya sudah bersandar pada objek terdekat masing-masing, Lucky sudah terlentang di lantai kayu dan mendengkur, tidak peduli di sampingnya berserakan kulit kacang. Danar, oh, dia mulai membenamkan kepalanya pada bahu Mahen.
Tidak seperti apa yang dipikirkan orang lain, hubungan mereka begitu menyenangkan dengan persetujuan resmi di atas kertas sebagai friends with benefit. Hingga saat ini belum ada yang catching feeling.
Kata kunci: belum.
Mungkin nanti, atau lain kali. Dan atau salah satu dari mereka jatuh cinta dengan orang lain dan rela melepaskan komitmen. Kertas itu bisa dibakar atau dirobek kapan saja, tidak ada yang tahu, kecuali mereka sendiri.
Raki mengalihkan atensinya, menertawakan Heksa yang masih berusaha membangunkan yang lain untuk melanjutkan permainan truth or drink, padahal sepupunya sendiri sudah berbicara dan merengek tidak jelas—kebiasaan ketika mabuk, membuat Regas memukul belakang kepalanya karena suaranya begitu berisik.
Setelah menabok kepala Heksa dan si penerima hantaman berteriak, Regas bangkit memilih spot paling nyaman di atas sofa untuk tidur.
Kini hanya ada Raki dan Keno. Tentu saja hanya tinggal mereka berdua karena mereka memilih untuk meneguk Cola ketimbang Heineken; yang langsung dicemooh oleh lingkaran mereka. Apa lagi dengan Narendro karena ia baru pertama kali mencoba menegak alkohol.
Namun, Raki merasa beruntung karena ia melakukannya meski dengan resiko godaan yang tiada habisnya hingga dini hari menjelang. Sekarang ia menoleh pada Keno yang sedang menggulir layar hpnya, sedang menonton salah satu video di 9gag.
“Cari angin yuk, Ken!” Ajaknya, membuat Keno mematikan layar dan menoleh padanya. Kekasihnya mengangguk, langsung berdiri, mengulurkan tangan padanya, “kuy!”
Raki menyambut tangan Keno dengan senyum, “untung kita minum Cola doang.” Ujarnya sambil berjalan bersisian. Nada suaranya begitu ringan dan senang, sangat kentara menjelaskan isi hatinya. Akhirnya, ia punya kesempatan hanya berduaan dengan Keno tanpa gangguan.
Keno terkekeh, “Keno yakin pada hangover besok.” Balasnya, sedikit meremas tangan Raki dalam genggaman.
Jemari mereka bertaut dengan erat hingga tungkai mereka berhenti pada pinggiran pantai, menikmati bagaimana angin malam dengan semilir menyentuh wajah mereka. Bintang tidak terlalu nampak menghiasi langit hari ini, namun cukup memberikan gemerling di atas sana. Mereka langsung menjatuhkan diri untuk duduk ketika menemukan tempat yang mereka anggap pas. Menopang diri dengan kedua telapak tangan yang langsung bersinggungan dengan pasir putih.
Beberapa orang mengatakan bahwa dini hari identik dengan blunt talked and deep thought—tidak terkecuali dengan Keno, ia menjadi terus terang ketika dunia kian menggelap. Kepalanya menengadah, memandang bintang, “tau nggak sih, Rak. Keno suka banget nama Raki.” Tuturnya tanpa tedeng aling-aling ketika menatap objek langit yang mengerlip.
Raki yang awalnya ikut menatap apa yang kekasihnya perhatikan langsung menoleh dan mengalihkan atensi, “kenapa emang?”
“Gemintang, artinya rasi bintang, kan?” Balasnya, bukan menjawab namun memberikan pertanyaan lain yang ia sendiri sudah tahu jawabannya, “kalau lihat bintang ingat Raki.” Lanjutnya.
Pipi Raki menghangat, ia bisa merasakan semburat merah merambat di wajahnya, senyum mengembang di bibirnya, ia menggigit bibir bawah untuk tidak menyengir semakin lebar dan nampak konyol karena penuturan Keno.
Raki senang, tentu saja ia begitu senang ketika objek di dunia bisa mengingatkan Keno langsung dengan Raki.
“Merakinya juga bagus.” Ungkap Keno lagi, “melakukan sesuatu dengan cinta.” Lanjutnya menjelaskan arti nama Raki yang jarang sekali si pemilik gelar pikirkan. Beberapa orang memang sempat mengatakan bahwa nama Raki terdengar unik, namun Raki hanya mengangguk dan mengiyakan tanpa merenungkannya lebih jauh.
“Meraki Gemintang.” Gumam Keno menyebutkan namanya, masih mengangkat kepalanya dan tidak menyadari bahwa Raki hampir melonjak senang dan mengais pasir hanya karena kekasihnya mengatakan namanya.
Nama Raki terasa begitu manis keluar dari bibir kekasihnya. Padahal ia yakin sudah mendengarnya bertahun-tahun, namun, ia tetap mendapati dirinya menghangat ketika Keno menggumamkannya berulang-ulang.
“Iya ya, namanya bagus.” Ujarnya sepakat.
Kemudian, Keno melirik pada Raki yang kini menatap laut. Ia memandangi sisi wajahnya dan menemukan senyum yang terpatri di sana, lantas ia terkekeh kecil. Menyadari bahwa Raki sangat mudah bahagia dengan hal-hal sederhana.
Keno akan terus melakukan hal sederhana yang membuat Raki bahagia.
Tiba-tiba Raki menyeru seperti mendapat bohlam lampu di samping kepalanya, “panggil aku pake Bang atau Kak dong, Ken!” ujarnya beralih topik.
Jika Keno boleh jujur, bisa dibilang pokok pembicaraan mereka sering sekali melompat-lompat tidak jelas, dan mungkin; dini hari dapat menjadi salah satu faktor hal tersebut terjadi. Namun, kenapa kali ini absurd sekali?
“Apa dah? Mintanya macem-macem amat.” Sambat Keno.
“Kamu manggil temen aku bisa pake Bang, tapi manggil aku cuma nama.” Raki cemberut ketika membalasnya. Matanya berbinar sedih yang agak dibuat-buat, namun Keno menemukan kekasihnya sedikit lucu.
Tawa ringan meluncur dari Keno, “lagian aneh banget, biasanya nggak protes, Rak.”
“Dulu kamu manggil aku pake Mas—sama kayak ke Bang Dewa. Inget nggak?” Tanya Raki, membuat Keno meringis mengingat memori tersebut. Karena tentu saja ia pernah memanggil tetangganya dengan sebutan yang sopan; seperti yang diajarkan oleh keluarganya. Tapi entah kenapa, lambat laun ia merasa nyaman hanya memanggil dengan nama.
“Sekali dah sekali. Pengen dengar. Terserah kamu mau panggil pake sebutan apa.” Lanjutnya.
“Mau nggak kalau dipanggil Akang?” Tawar Keno dengan nada menggoda. “Akang Raki kala-”
“Aduh, anjir! Jangan Akang kenapa?! Jadi kayak Narendro yang manggil.” Raki memotong kalimat Keno frustasi, menggelengkan kepalanya, membayangkan bagaimana teman kekasihnya kala menyebutkan Akang atau Aa. Sepertinya julukan asal sunda sudah tercemar di otaknya sebab cara Narendro mempraktikannya.
“HAHAHA, katanya pake apa aja, gimana sih, Rak?” Protes Keno padanya, tentu saja dengan nada tidak serius.
“Aku kasih pilihan aja, Mas atau Kak.” Usul Raki memberi opsi.
“Idih, kok jadi nawar?!” Keluh Keno.
“Biarin,” Raki menjulurkan lidahnya, “cepet pilih, Ken!” Tuntutnya pada kekasihnya.
Keno menginhalasi oksigen dan menghembuskan dengan perlahan, terkadang ia berpikir mengapa permintaan Raki suka sekali aneh-aneh. Tapi, ya sudah lah, turuti saja dari pada semakin merengek yang tidak berujung.
“I love you, Kak Raki.” Ungkap Keno, kemudian ia mencuri kecupan kilat dari bibir kekasihnya.
Mata Raki membelalak, kaget. Ia mencoba mencerna kalimat dari Keno yang kini masih tersenyum padanya dengan menatap matanya. “Ulang, Ken?” Pintanya lirih, berusaha untuk mengumpulkan kesadarannya yang seharusnya masih ada, tentu saja ia masih waras karena ia hanya menandaskan satu cup kecil Heineken.
Tidak mungkin ia salah dengar.
Kemudian, Keno mengulang ucapannya dengan perlahan, seperti menikmati bagaimana kalimat tersebut meluncur dari bibirnya yang manis, “I love you, Kak Raki, sorry if i'm taking too much time. I love you.“
Kalimat tersebut seperti bunyi deburan ombak yang mereka dengar saat ini, memekakkan namun tidak menakutkan. Membuat Raki sedikit terkesiap karena akhirnya pernyataan cintanya yang selalu ia lontarkan, dibalas dengan kalimat yang paling ia nantikan.
Keno menyunggingkan senyum. Lantas, kembali mencoba berbuat hal yang serupa; mengecup sekilas bibir Raki. Namun, tangan Raki dengan sigap menahan belakang leher kekasihnya, berusaha untuk memperdalam ciuman mereka. Dan Keno membiarkannya. Tentu saja Keno akan mengizinkannya—ia suka membuat Raki bahagia.
Raki mulai mengulum bibir Keno dengan lembut, tangannya memainkan ujung rambut kekasihnya di tengkuk. Ia memagut penantiannya yang telah tiba setelah sekian lama mengudara. Kedatangannya begitu tidak terprediksi, namun Raki menyambutnya dengan hangat.
Keno mulai memiringkan kepalanya, saling mengunci bibir satu sama lain tanpa tergesa-gesa. Mereka berciuman tanpa gairah yang biasanya segera muncul ketika bibir mereka saling menempel. Hanya memberikan kecupan dan lumatan ringan untuk menuangkan perasaan dari dada masing-masing. Suara air yang berombak terhalau oleh detak jantung yang meninggi setiap mereka menarik napas kemudian menyatukan kembali bibir mereka dengan perlahan.
Raki menyunggingkan senyum kala berciuman, menyimpan setiap detik perasaan yang semakin bersemi diguyur hujan. Menikmati meluapnya buncahan emosi bahagia yang tidak dapat ia deskripsikan. Seperti pasang naik tanpa surut karena deburnya terus meningkat tidak ingin berkesudahan.
Ia menarik diri kemudian dahi mereka saling menumpu. Mendengar engah napas yang sangat jernih di rungu masing-masing. Lagi, wajah Keno mulai menipiskan jarak, namun berhenti tepat di atas bibir Raki. Hembusan napas kekasihnya menyapu area tersebut, membuat Raki ingin menggapai ranum bibirnya kembali. Namun, bisikan pelan dari kekasihnya membuat ia sekejap tercekat dan semakin mengawang di atas awan, “I love you so much, Raki. You are the best thing happened in my life.”
Sebelum Raki dapat membalas, bibir yang lebih muda kembali mengecup miliknya dengan lembut.
Raki mengingat salah satu kutipan yang ia baca di buku psychology and self-help bahwa cara untuk menghentikan waktu yaitu dengan berciuman. Dan kini, sepertinya ia dapat memaknai kalimat tersebut secara harfiah. Rotasi bumi seolah terjeda setiap mereka kembali memagut, membuat mereka mengabaikan eksistensi detak sekon, terlalu sibuk membangun dunia dengan ribuan asa baru.
“I love you, Keno.” Suara Raki hampir tidak terdengar oleh Keno ketika yang lebih tua memberi kesempatan untuk dirinya mengisi rongga napas dengan udara, namun ia mampu mengeja gumam tersebut melalui matanya.
Mata yang tidak dapat berbohong karena terbiasa menguarkan makna meski tanpa bahasa.
“I love you more, Raki.”
“Say that again.”
“I love you, Meraki.”
“More.”
“I love you.”
“Again.”
“I love you, Meraki Gemintang.”
“God, you have no idea how happy i am, Keno.”
Keno terkekeh kala mendengar penuturan Raki yang agak hiperbolis, “Raki bisa dengar itu setiap hari mulai sekarang.”
“Mau dengar lagi, boleh?”
Keno mengangguk mantap, “I love you, Raki.”
Kemudian, Raki mencium kening kekasihnya dengan lembut, sebelum mengusak rambutnya sayang. “I love you too, Keno.”
© smoldoy #merakeno