MERAKENO
Rating: mature Additional tags: mention mild nsfw
Setelah Chat
Raki menggaruk tengkuknya yang tidak gatal ketika duduk di hadapan Keno.
Tangannya mengacak rambut karena bingung. Ia menatap tetangganya yang sedang mengunyah burger Mcd yang baru saja sampai diantar mas-mas Gofood. Sorotannya jatuh pada bibir Keno yang bergerak naik turun, dan giginya yang menggigit dengan potongan besar. Ia berpikir bagaimana seandainya kedua bagian tubuh itu bergerilya di kulit Raki.
Napasnya tercekat karena terkejut oleh gagasan sendiri. Ia menutup matanya untuk menetralkan pikiran kotor, lantas membukanya lagi ketika Keno menjilati jarinya satu persatu.
Ya Tuhan, sepertinya Raki mau sinting.
Raki mengingat samar kapan ia mulai memikirkan Keno dengan sensual. Awalnya ia bermimpi melakukan seks dengan Keno yang membuatnya bangun dengan keringat dan celana basah. Ia kira mimpinya tidak akan berlangsung lama, namun ia malah mendapatkan mimpi yang sama—dengan tempat seks yang berbeda, ada yang di mobil Raki, di kamar, di dapur rumah bunda, bahkan di balkon rumah—selama satu minggu berturut-turut. Raki merasa ia bisa gila hanya karena bunga tidur. Masa iya dia mimpi basah setiap hari?! Dan dari semua orang di muka bumi, kenapa mesti Keno yang muncul?! Kenapa bukan artis terkenal dari pornsite yang sering ia tonton?!
Argh, dia harus ngomong apa, internalnya menjerit.
“Mau nggak?”
Keno yang menyadari Raki tidak akan membuka percakapan terlebih dahulu menyodorkan burger keduanya yang masih setengah pada Raki. Tetangganya dengan ragu sesaat menatap Keno sebelum bangkit untuk menghampirinya, menggeret mundur kursi yang diduduki Keno—yang anehnya sangat enteng, dan menyamankan dirinya di atas meja. Ia mencondongkan tubuh untuk melahap bagian besar cheese burger di genggaman Keno seraya melihat netra temannya.
Mengapa Keno begitu menggemaskan hari ini?
Raki menarik diri dengan cepat karena gagasannya lagi.
“Thanks.” Gumamnya pada Keno.
Irisnya menangkap sisa mayones di pinggir bibir Keno, lalu dengan natural ia menghapusnya dengan ibu jari. Mengulum jemarinya sendiri yang kini terdapat saus dari putih telur.
Tenggorokan Raki begitu seret oleh kolestrol sehingga ia sibuk mencari gelas dan air minum. Keno hanya mengikuti setiap pergerakan Raki yang kaku dan tidak natural, karena ia tahu temannya pasti masih gugup setengah mati.
Siapa pula yang tidak gugup ketika jarinya terpeleset mengetik could we fuck pada teman sendiri?
Pastinya Raki tidak akan masuk ke dalam opsi.
Namun ganjilnya, mengapa Raki dengan mudah menghapus sisa mayones di ujung bibir Keno seakan hal tersebut begitu lumrah untuk mereka? Yah, meskipun memang biasa saja jika ditilik dari bagaimana mereka memperlakukan satu sama lain.
Apa nama hubungannya? Platonic? Keno berpikir sendirian.
Suasana dapur rumah Keno begitu canggung sampai ia perlu berdeham untuk memulai percakapan kembali. Ia membuka suara ketika Raki sudah kembali ke kursinya di seberang, “jelasin ke gue, Rak.”
Raki tetap terbatuk oleh perintah Keno meskipun tidak mengintimidasi. Keraguan menyelimutinya untuk berbicara dengan jujur, Raki tidak dapat membayangkan reaksi Keno yang pasti merasa jijik jika tahu temannya bermimpi basah mengenai dirinya setiap malam.
“Emmm, gimana ya, Ken. Gue jelasinnya,”
Raki bergerak gelisah di kursinya, meremas celana selututnya yang sudah kusut karena dipakai tidur.
“I've thought 'bout it lately...” Ia menunduk, memperbaiki kacamatanya yang turun di batang hidungnya, mengulur waktu. Ia takut lidahnya tergelincir dan memberikan pernyataan yang semakin ambigu, “it just slipped in my mind... I dont know why though.“
“Nggak ada alasan?”
Of course not, I dream about having sex with you everyday. Jika Raki gila mungkin jawaban ekstrem di otaknya langsung mengalir deras dari mulut bak air terjun.
Mata Keno memicing, ia menatap Raki yang masih setia memandangi meja dan mulai mengetukan jari di atasnya. Keno menunggu Raki menjawab, menyiapkan diri jika saja kalimat yang keluar akan membuatnya terkena serangan jantung meskipun rasanya tidak mungkin.
“Maybe...?” Raki memberanikan diri untuk menatap temannya.
Keno yang tidak menyadari sedang menahan napas, kini menghembuskan napas panjang usai mendengar jawaban Raki dan meraup oksigen dengan cepat.
Ia tahu ada yang salah dengan jawaban Raki karena semua gelagatnya sangat mudah terbaca seperti buku terbuka. Namun ia tidak akan bertanya mengapa temannya berbohong. Itu hak Raki, dan Keno tidak akan memaksanya untuk jujur, mungkin ada alasan tersendiri yang tidak bisa Keno ketahui. Ia hanya perlu mengingatkan bahwa dirinya tidak akan begitu saja mengizinkan mereka untuk berhubungan seks terlepas mereka suka melakukan hal gila bersama-sama.
Kecuali seks, Keno ulangi. Kecuali seks. Ia tidak mau melakukan hal gila-coret-seks hanya karena ingin coba-coba.
Meskipun kedengaran kolot, tapi Keno hanya ingin melakukannya dengan orang yang ia cintai.
“Gue nggak bisa gitu aja mengiyakan, lo tau sendiri, kan?”
Raki mengangguk mengerti, tentu saja temannya tidak akan langsung mau, memangnya ia siapa. Raki juga sudah paham betul garis antara teman yang mereka buat, meskipun mereka pernah berciuman karena bereksperimen, tapi untuk berhubungan seks Keno pasti akan menolaknya.
“Lupain aja, Ken. Gue juga nggak mikir ngetiknya.”
Keno yang meraih kembali sisa burgernya memberikan jempol pada Raki, menyetujui pernyataan Raki untuk tidak perlu mengingat pesan dari temannya.
“Gue balik ke kamar lagi, ya. Ada deadline.” Tubuh Raki bangkit dari kursi, ia pergi begitu saja tanpa mendengar ujaran good luck yang muncul dari temannya.
Raki berlari ke rumahnya ketika yakin dirinya sudah tidak terlihat oleh Keno di meja makan.
Raki mendesah panjang ketika melemparkan diri ke kasurnya yang dingin. Sejujurnya ia tidak punya tugas dengan deadline hari ini. Ia hanya bingung harus melakukan apa di hadapan Keno usai mengirim kalimat gila yang terlalu sering ia ketik hapus ketik hapus di roomchat tetangganya.
Ia mengambil hpnya dari saku dan membuka roomchat kembali untuk melihat ketikan idiotnya hari ini. Dirinya menggeram, berguling tidak jelas di atas kasur karena malu semakin merasuki kepalanya.
Bagaimana bisa ia meminta seks lewat chat?
Konyol.
Tapi terlepas dari kekonyolan, kebodohan, kedunguannya hari ini, hati kecilnya tetap mengatakan ia ingin melakukannya dengan Keno.
Kenapa? Raki pun tidak tahu.
Rasanya ia suka melakukan hal baru bersama Keno, dari yang paling sederhana hingga yang paling ekstrem, ia pikir ia lebih ingin mengerjakannya jika Keno juga merasakan adrenalin yang ia miliki. Seperti berbagi pengalaman dan memori.
Katakan ia gila, sebelum mimpi basah satu minggunya hadir, ia sempat berpikir untuk mengajak Keno menjadi friends with benefit. Namun ia urungkan karena takut temannya menjauh.
Kenapa mesti Keno?
Ya, karena dia temannya dari jaman ingusan. Memangnya salah?
Gorden jendela Raki berkibar karena angin bertiup, membuat ia mau tidak mau menutup pintu kaca yang menghubungkan balkon rumahnya dengan milik Keno. Netranya menemukan temannya kini berada di kamar dengan fokus mata ke arah komputer, sepertinya sedang fokus bermain game karena Keno menggunakan headphone hitam hadiah darinya.
Tanpa sadar tangannya berhenti untuk menutup gorden, memandangi temannya yang sedang serius dan tidak peduli dengan sekitarnya. Mungkin Keno tidak akan sadar jika Raki tiba-tiba muncul di belakangnya. Tapi Raki tidak akan melakukannya, toh ia baru saja kabur dari kecanggungan di sekitar mereka. Mungkin lain kali ia akan lompat balkon jika mereka sudah lupa dengan percakapan hari ini.
Raki berpikir untuk melupakan semuanya. Dan seharusnya Keno juga bisa melupakannya. Agar pertemanan mereka tetap baik-baik saja seperti sedia kala.
© smoldoy #merakeno