ANAK SEKOLAH
Jaemin/Renjun 906 kata. High school, first kiss, making out, setting lokal, semi-baku. By commission
“Aku udah boleh cium, Jun?”
Mata Renjun terbelalak dengan pertanyaan Jaemin.
Dia baru saja turun dari motor milik Jaemin yang mengantarnya pulang ke rumah usai kelas tambahan. Kegiatan siswa kelas akhir SMA beneran capek, bahkan Renjun mimpi ngerjain soal pas tidur. Namun sebab kehadiran Jaemin—pacarnya sejak kelas dua SMA, hehehe—jadi agak menyenangkan karena mereka bisa study date.
Uh, sebenarnya pertanyaan Jaemin nggak terlalu bikin kaget karena Renjun pernah bilang kalau Eyangnya melarang mereka ciuman sebelum umur 17 tahun. “Tunggu gedean dulu,” katanya, karena sempat trauma mendapati si Kakak, Winwin, ciuman saat masih kelas satu SMP di ruang tamu.
Renjun mengangguk pelan, lantas kepalanya mulai menunduk malu, “Tapi aku nggak tau harus gimana…” cicitnya lirih. Ia ingin ciuman pertamanya jadi hal yang spesial dan bisa dikenang selamanya, maka dari itu kini ia gugup setengah mati.
Jaemin tertawa kecil; bukan tipikal tawa mencemooh. Pemuda itu sering tertawa karena kepolosan Renjun yang nggak polos-polos amat sebenarnya. Jaemin melepaskan helmnya seolah sedang siap-siap, bikin jantung Renjun mulai jumpalitan. Kekasihnya itu menarik jari kelingking Renjun lalu meraih keseluruhan tangannya yang menggantung di depan tubuh, mengelus punggung tangannya dengan ibu jari, membuat Renjun mendongak agar bertemu mata dengannya.
Hal pertama yang ia temui adalah senyum Jaemin yang menenangkan, “Biasa aja, Jun, nggak harus gimana-gimana.”
Seperti terhipnotis, Renjun mengangguk, ia tak ingat bagaimana prosesnya karena malfungsi, namun sekarang mereka tengah berciuman.
Ciuman pertama mereka sungguhan tidak gimana-gimana, Jaemin hanya mengecupnya lama, menempelkan bibir mereka, kelopak mata Renjun terpejam erat-erat, debar jantungnya memompa dengan gila.
Aduh, beneran deh, rasanya Renjun bingung mau ngapain. Otaknya kosong melompong, kakinya gemeter, lututnya lemes pengen menekuk atau dia pengen jongkok aja sekalian.
Terus tiba-tiba, dia ingat kalau ini depan pagar rumah, ulang biar dramatis, pagar rumah…!!! Nanti kalau ketahuan oleh Eyang seperti Winwin dan pacarnya dulu gimana? Renjun sudah berpikir yang tidak-tidak seandainya Eyang keluar rumah bawa sapu lidi untuk mengusir Jaemin karena perilaku tidak sopan mereka.
Ini udah boleh buka mata belum, ya?
Jaemin menarik diri lebih dulu karena Renjun diam kayak batu, ia membuka matanya dengan ragu.
“Kamu kayak lagi ujian sama pak Kumis deh, rileks, Jun, cuma olahraga bibir.”
Olahraga bibir katanya?!?!?!
Renjun menyentil dahi Jaemin, kekasihnya hanya tertawa sebagai respon. Namun ia merasa ketegangannya berkurang. Ia menarik napas dengan dalam lantas menghembuskan perlahan, okay he got this!
Lalu Jaemin menariknya kian mendekat, memandangnya lembut dengan pengertian, “Nggak usah terlalu dipikirin, ikutin insting kamu aja mau gimana, aku pasti bahagia selama itu sama kamu.”
Renjun jadi senyum-senyum malu, memukul bahu Jaemin sok manja. Idihhh, sok lucu banget?!?!
Sejurus kemudian mereka saling mencondongkan diri lagi, jantung Renjun kembali dag-dig-dug minta dikeluarin dari sangkar, tapi ia tetap berusaha rileks, bibir mereka nyaris bersentuhan. Dari jarak sedekat ini Renjun mampu menghitung bulu mata Jaemin. Ia bisa melihat noda, dan bekas luka di wajahnya, namun Jaemin tetap sempurna di matanya. Dikit lagi mereka akan berciuman, dikit lagi, dikit lagi, dikit lag—
“Bibirnya jangan rapet banget, buka dikit,” bisik Jaemin, napas hangatnya menyapu bibir Renjun.
Tanpa pikir panjang ia menuruti instruksinya, menatap bibir Jaemin yang basah karena ciuman sebelumnya. Ia menutup mata perlahan tatkala Jaemin mengikis habis jarak, menyesap bibirnya membuat lututnya makin gemetar tak karuan. Dengan insting, ia mulai menyeimbangi tempo ciuman mereka, menyesap belah bibir Jaemin yang terasa candu meski baru pertama kali mencoba. Jemarinya melingkari pergelangan tangan Jaemin yang merengkuh wajahnya.
Mereka menarik diri saat merasa pasokan oksigen menipis, lantas kembali saling melumat, Renjun semakin agresif ia mulai menekan tengkuk Jaemin untuk merasakannya lebih dalam. Tidak tahu dorongan darimana, namun Renjun mulai menggunakan lidahnya membuat Jaemin mengerang dalam ciuman mereka. Ikut membelitkan lidahnya ingin mendominasi.
Ya Tuhan perut Renjun geli banget!!!
Kagetnya lagi, Jaemin menarik pelan bibirnya di antara gigi-gigi sebelum melumatnya lagi, duh memori ini akan Renjun simpan selama-lamanya. Kayaknya dia akan tanya Mbah Google cara making out yang benar habis ini.
Setelah benar-benar puas, mereka melepaskan tautan bibir, keduanya tertawa kecil saling menatap dengan mata berbinar, mesem-mesem nggak jelas sambil mengkhayal yang tadi nyata apa enggak.
“Manis kayak kamu,” ujar Jaemin mengelus sudut bibir Renjun yang basah dengan lembut. Ia yakin wajahnya memerah namun untungnya sudah malam.
Alaaaah, pengen gue acak-acak dunia!
Lalu Renjun mendengar pagar rumahnya yang tinggi kayak dinding Maria di anime Attack on Titan dibuka. Benar saja, si Eyang keluar tapi nggak bawa sapu lidi, hehehe. Untung mereka udah selesai ciu—itunya.
“Eh, ada si Kasep, mau masuk ke rumah dulu?” tanya Eyangnya yang lebih suka Jaemin daripada Renjun karena hobi mendengarkan kisah romansa Eyangnya jaman muda. Renjun udah nggak ingin dengar lagi karena cerita itu diulang ratusan kali sampai dia hapal alurnya.
Jaemin tersenyum ganteng, seolah tak terjadi apa-apa di antara mereka, “Nggak dulu, Eyang, takut dicariin Mamah.”
Eyangnya tersenyum menepuk-nepuk lengan atas Jaemin, lantas ada mobil yang berhenti di depan pagar dan membuka jendela untuk memanggil Eyangnya.
“Jun, bilang Mamah kamu Eyang mau nginap di rumah teman.”
Sebelum Renjun mampu menjawab, Eyangnya sudah lari kecil menuju mobil, dan kendaraan roda empat itu melesat cepat meski dikendarai kakek tua.
“Dasar orang tua,” Renjun menggelengkan kepala heran, mengembalikan atensinya ke Jaemin yang mulai menyalakan motornya.
Jaemin hanya tertawa ganteng lagi—ganteng mulu, heran—menatapnya lekat-lekat, “Aku pulang dulu ya? Takut makin malem.”
Ia mengangguk, dadah-dadah ketika motor Jaemin perlahan mengecil dan menghilang. Tak bisa menahan diri, Renjun berteriak, dan cekikikan karena akhirnya mendapatkan ciuman pertama. Saat dirinya melompat-lompat girang kepalanya menengadah ke langit, matanya membola menyadari ada lampu merah dari kamera. Mampus! Renjun baru ingat ada CCTV di depan pagar.
Semoga Eyangnya nggak pernah ngecek.
© impsaux